Agama, memang sudah dipegang teguh oleh sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini. Meskipun begitu, agama tidak begitu saja menghapus sebuah tradisi yang sudah berjalan secara turun-temurun, terutama bagi masyarakat Jawa.
Memetri Desa adalah salah satu dari sekian banyak tradisi yang masih dipegang teguh oleh masyarakat Jawa, terutama yang hidup di pedesaan. Bahkan seiring perkembangan zaman, tradisi ini bisa menyesuaikan kondisi kekinian, tetapi tidak menghilangkan esensi dan tujuan upacaranya.
Rangkaian Memetri desa Jati diawali dengan ziarah kubur bersama di semua pemakaman di desa Jati,kemudian penyelenggaraan Seni Tayub , Pengarakan Tumpeng dan hiburan wayang kulit semalam suntuk.
Begitu juga yang terlihat dalam upacara memetri desa masyarakat Desa Jati, Kecamatan Bener kabupaten Purworejo. Tradisi ini tetap masih dijalankan hingga saat ini. Bahkan dalam upacara kenduri, doa selamatan dilakukan setiap tahunya pada bulan Shofar,
“Sumonggo poro rawuh sedoyo nyiapaken batos kanti wening (mari kita siapkan pikiran dengan hening)” begitu ajakan ulama, mengajak masyarakat yang hadir dalam ziarah kubur sebelum memimpin doa ziarah kubur di Hastana laya Sikembar Dusun Winong Desa Jati.
Tradisi memetri desa pada tahun ini. Yang menarik, upacara memetri desa kali ini dilaksanakan pada hari Jumat Kliwon, tepat pada tanggal 1 Agustus 2025 , bertepatan dengan awalnya bulan kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun Masehi.
Grebeg Sawanggati yang menampilkan kirab gunungan berupa hasil bumi dan tumpeng robyong warga Desa Jati Kecamatan Bener digelar pada Hari Sabtu Legi, 2 Agustus 2025 sehari setelah dilaksanakan prosesi ziarah kubur.
Prosesi dimulai pada pukul 14.00 saat gunungan diarak menuju balai desa dari TK Pertiwi yang berjarak sekitar 300 meter. Selain gunungan hasil bumi, juga diarak tujuh tumpeng robyong yang berasal dari tujuh dusun yang ada di Desa Jati. Yakni Dusun Jangkang, Sawangan, Kembangan Lor, Kembangan Kidul, Kliwonan, Winong, dan Siringin.
Pawai diawali oleh barisan kelompok seni kuda lumping yang dimainkan oleh delapan orang, dipimpin satu pengarah dengan iringan gamelan klasik. Sepanjang jalan, warga antusias menyaksikan arak-arakan yang diikuti oleh ratusan peserta dari tujuh dusun dengan mengenakan busana adat Jawa.
Gunungan robyong hasil bumi beserta tujuh tumpeng itupun terlebih dahulu diserahkan kepada Kepala Desa Jati, Rahmat Saptono. Camat Bener Vivin Feriyani turut hadir dalam acara tersebut. Secara simbolis, camat menyerahkan potongan tumpeng kepada Kades Jati.
Sebelum diserahkan kepada warga, Ketua Badan Permusyawarahan Desa (BPD), Tukiyo, dengan menggunakan bahasa Jawa menyampaikan, atas nama warga mulai dari Dusun Siringin sampai Jangkang menyerahkan hasil bumi dan tumpeng robyong sebagai bentuk bakti kepada kepala desa. Ritual ini, menurutnya, juga sebagai simbol harapan kepada Sang Semesta agar Desa Jati selalu dalam perlindungan dan keberkahan.
Setelah itu, barulah gunungan hasil bumi dibawa ke tengah-tengah warga yang telah menanti. Dalam waktu sekejap, warga baik tua muda, laki-laki dan perempuan berebut untuk mendapatkan bagian hasil bumi, termasuk padi yang dipasang di pucuk gunungan.
Selain Kirab Tumpeng, ritual lain yang dilakukan warga Desa Jati di bulan Sapar yakni pertunjukan tayub sebagai bentuk penghormatan kepada pepunden desa yakni Ki Sawanggati, kepala desa kedua di Desa Jati yang konon merupakan orang sakti.
“Menurut cerita, saat meninggal, jenazah Ki Sawanggati tidak bisa diangkat. Lalu berdasarkan petunjuk disebutkan agar jenazahnya dapat diangkat haruslah diiringi gending tayub atau ledhek dengan kuda di depan jenazah. Benar saja, setelah diadakan tayub jenazah tersebut dapat diangkat. Itulah sebabnya kami rutin mengadakan acara tersebut sebagai simbol menghormati leluhur kami".
Selain itu rangkaian lainnya yakni wayang kulit semalam suntuk sebagai bagian dari merti desa yang sudah dilakukan secara turun temurun.
Bagi masyarakat Desa Jati , memetri desa dimaknai sebagai wujud syukur atas segala berkah dan kehidupan saat ini. Untuk itu, dengan segala suka cita, seluruh masyarakat melakukan gotong royong menyiapkan acara ini.
“Ini adalah acara yang sudah jalankan secara terus-menerus oleh leluhur kita. Saat ini kita hanya melestarikan budaya, saya sendiri sudah memimpin desa selama 5 tahun dan acara ini terus kita laksanakan. Oleh karena itu, upacara memetri desa ini juga harus menjadi pembelajaran untuk generasi muda penerus dusun ini untuk nguri-uri budaya leluhur kita,” ujar Rahmat Saptono,Kepala Desa Jati saat ini.
Camat Kecamatan Bener pun mengapresiasi acara yang dilakukan desa Jati sebagai bentuk rasa syukur tersebut. Menurutnya, acara merti desa haruslah tetap dilestarikan karena merupakan bagian dari budaya kearifan lokal dengan kekhasan masing-masing wilayah.