Dusun Winong terdiri dari kurang lebih 90 Kartu Keluarga untuk memudahkan dan mengefektifkan jalannya roda pemerintahan Dusun Winong dilengkapi dengan perangkat pemerintahan yaitu kepala dusun, ketua RW, dan Dusun Winong terbagi menjadi dua RT yang dipisahkan oleh jalan utama Desa Jati. Penduduk yang tinggal di bawah jalan merupakan anggota RT 01, sementara penduduk yang tinggal di atas jalan merupakan anggota RT 02, dan masing-masing RT dipimpin oleh seorang Ketua RT. RT 01 terdiri dari tiga Dasa Wisma: Dasa Wisma Mawar, Dasa Wisma Melati, dan Dasa Wisma Nusa Indah, sedangkan RT 02 terdiri dari dua Dasa Wisma: Dasa Wisma Kenanga dan Dasa Wisma Matahari.
Mengenai nama, berdasarkan cerita yang beredar. Dusun ni semula bernama Krajan karena Lurah pertama Desa Jati berada di Dusun Winong sekarang. Untuk mengenang keberadaan
pusat pemerintahan Desa Jati dinamailah Dusun Krajan yang berarti tempat raja atau tempat Lurah karena memang benar adanya banyak Lurah yang berasal dari Winong yaitu sejumlah
7 (tujuh) Lurah, yakni :
Ki Towongso (Lurah Pertama)
Ki Sawanggati I (Lurah ke Dua)
Ki Sawanggati II ( Lurah ke Tiga)
Mbah Kartorejo (Lurah ke Enam)
Mbah Djojotemenggolo (Lurah ke Tujuh)
Ibu Triwayati (Lurah ke Sepuluh)
Bapak Rahmat Saptono (Lurah ke Dua Belas).
Kemudian entah sejak kapan dan oleh siapa yang tidak diketahui, nama Krajan ini diubah menjadi Winong. Berdasarkan cerita nama Winong ini diambil dari nama pohon yang tumbuh besar dan berusia ratusan tahun yang hidup di sebelah timur rumah almarhum Bp. Sastro Utomo (rumah hijau) yang kini pun sudah tumbang. Nama tersebut diganti karena untuk mengenang pohon besar tersebut, mulanya banyak perdebatan ketidak berkenaan warga terhadap nama Winong dikarenakan dianggap tidak memiliki makna, dan lebih sreg dengan nama Krajan karena ditinjau dari aspek kesejarahan lebih bermakna daripada nama sebuah pohon besar.
Sejak masa penjajahan Belanda, Dusun Winong telah mendapatkan perhatian khusus dalam bidang pendidikan. Di kawasan Bener, Belanda mendirikan empat sekolah, termasuk salah satunya di Dusun Winong, yang merupakan sekolah tua. Keempat sekolah tersebut adalah SD Desa Karangsari, SD Desa Kalibata yang didirikan pada tahun 1919, serta SD Dusun Winong Desa Jati dan SD Desa Kedungloteng yang didirikan pada tahun 1921.
Dalam hal pendidikan agama, masyarakat secara gotong royong membangun sarana seperti Langgar atau Musholla. Di RT 01 terdapat dua Musholla, yaitu Musholla Sabilul Muttaqin dan Musholla Attaqwa, sementara di RT 02 terdapat satu Musholla, yaitu Musholla Almujahid.
Untuk kepentingan bersama di bidang pertanian, warga Winong bersama pemilik lahan membangun tiga bendungan besar sesuai ukuran masyarakat Winong. Bendungan tersebut meliputi Bendungan Kedung Gandu dan Bendungan Kedung Dawa, yang dibangun sekitar tahun 1960-an, serta Bendungan Kedung Benda yang dibangun sekitar tahun 1930-an, semuanya dibangun dengan swadaya murni dari masyarakat. Selain itu, terdapat juga bangunan lain seperti pos ronda dan sasanalaya.
Pada Kompleks Makam Hastana Kembar Sawanggaten, makam milik Ki Mentowongso dan Ki Sawanggati I dan II masih berada dalam posisinya yang dahulu. Makam Ki Sawanggati II dan istrinya berada di depan Ki Sawanggati I, sedangkan makam Ki Mentowongso terdapat di tempat yang terpisah. Meski begitu, masyarakat meyakini bahwa tanah pemakaman milik Lurah I tersebut semakin meninggi. Dalam pandangan ilmu geologi, karena kedua tanah makam milik Ki Mentowongso juga Ki Sawanggati I dan II terlindungi oleh cungkup atau rumah kecil yang dulunya hanya berupa ijuk, justru tanah sekitarnya yang tidak terlindungi cungkup itulah yang semakin terkikis karena air hujan. Keaslian lain yang masih ada tampak pada nisan buatan Belanda milik Ki Sawanggati I yang terbuat dari batu cadas meski tulisan aksara Jawa dan beberapa bagian utama lainnya sudah hancur tertimpa pohon beringin besar yang tumbang di masa itu.
Penamaan Makam Hastana Kembar sendiri dikarenakan posisi makam yang terbagi dalam dua tempat, yaitu bagian atas dan bawah, serta dipisahkan oleh jalanan umum. Makam pada bagian atas ada lebih dulu dari makam pada bagian bawah karena sebagai tempat pemakaman Lurah I dan keturunannya, walaupun saat ini keduanya sudah menjadi kompleks pemakaman umum atau warga sekitar. Kompleks Makam Hastana Kembar Sawanggaten merupakan salah satu wisata religi Desa Jati yang kental akan sejarahnya dan hingga saat ini masih dikunjungi untuk ziarah setiap ada acara tertentu, seperti juga misalnya kegiatan Nyadran atau Haul. Ki Sawanggati I sebagai tokoh penting juga memengaruhi kesenian yang dimiliki oleh salah satu dusun di Desa Jati, yaitu Dusun Jangkang dengan kesenian Lengger. Dikatakan bahwa sebelum Ki Sawanggati I wafat, beliau meminta untuk ditampilkan kesenian tersebut.
Dusun Winong memiliki potensi yang umumnya sama dengan dusun-dusun lain di Desa Jati, dengan keunggulan utama dalam kerajinan bambu yang bahan dasarnya di peroleh dari pohon bambu yang tumbuh di Dusun Winong melalui proses pemotongan, pengeringan, dan penganyaman, yang dilakukan dengan keterampilan dan ketelitian tinggi yang nantinya akan menghasilkan produk kerajinan seperti perabot rumah tangga dan dekorasi.
Ada pula kerajinan tangan besek, hampir setiap rumah di Dusun Winong memiliki setidaknya satu pengrajin besek. Keterampilan membuat besek yang diwariskan dari generasi ke generasi. Selain itu, warga juga memanfaatkan Sumber Daya Alam seperti kayu dan batok kelapa yang ada di Dusun Winong yang kemudian akan menghasilkan kerajinan tangan seperti patung, gayung, pot, serta aksesoris seperti gantungan kunci dll. Hal tersebut telah menjadikannya sebagai simbol khas desa sekaligus sebagai sumber potensi ekonomi.