Baik sumber daya alam dan sumber daya manusia di Desa Jati begitu potensial akan kemandirian pangannya. Pada tahun 90an, masyarakat disini memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan mengandalkan hasil bumi yang mereka tanam sepenuhnya. Terdapat pula sistem gotong royong antar sesama warga dengan cara saling berbagi bahan pangan yang dimiliki. Meskipun peralihan zaman membuat tradisi ini berjalan tidak sekental dahulu, namun semangat menanam masih berlanjut hingga saat ini.
Ini didukung pula oleh adanya perangkat desa yang selalu menggerakan Desa Jati menuju desa mandiri pangan. Dapat dikatakan desa mandiri pangan apabila masyarakatnya memiliki kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan melalui pengembangan subsistem ketersediaan, subsitem distribusi, dan subsistem konsumsi dengan memanfaatkan sumberdaya setempat secara berkelanjutan. Dalam mewujudkannya, para pemangku kepentingan di Desa Jati sudah terlibat dan bersinergi bersama masyarakat secara langsung. Terdapat pula pergerakan desa yang secara rutin aktif berdiskusi untuk mengembangkan pertanian yang berkelanjutan, seperti pergerakan Kelompok Wanita Tani dan Kelompok Tani.
Pasangan kepala Desa Jati, Bapak Rahmat Saptono dan Ibu Winayatun, aktif melakukan sosialisasi mengenai gaya hidup bertani di berbagai acara perkumpulan rutin warga. Misalnya pada sesi PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) pada 28 Juni 2022 lalu yang dihadiri oleh puluhan ibu rumah tangga Desa Jati, Ibu Kepala Desa waktu itu menjelaskan mengenai anjuran untuk menanam tanaman pangan di halaman rumah disertai manfaat dan perawatan dengan bahan-bahan yang mudah didapatkan. Sesi diskusi berjalan aktif dengan ibu-ibu lain yang memberi respons dan keluhan lalu dijawab dengan solusi oleh Ibu Kepala Desa.
Kepala Desa mencoba mensosialisasikan teknik menanam dengan memadukan sistem pertanian dahulu dan sekarang sehingga didapatkan hasil tani yang lebih maksimal. Sosialisasi seperti ini efektif dilakukan sebab masih perlunya pembinaan menuju sistem pertanian semi modern di Desa Jati. Sebelumnya warga masih banyak yang menggunakan cara bertani yang monoton dan tidak efisien seperti membiarkan tanaman non-produktif tumbuh sehingga mengganggu keberlangsungan tanaman lain, atau tidak memberi ruang yang cukup nyaman bagi tanaman untuk bisa tumbuh maksimal.
Pembinaan semakin terjalin dekat kepada masyarakat lantaran kepala desa mempraktekkan secara langsung ilmu-ilmu pertanian yang didapatkannya baik dari turun temurun dan dari pembelajaran anaknya yang berasal dari program pendidikan agribisnis. Sehingga memungkinkan kepala desa merasakan langsung keluh kesah, kesenangan, dan perjuangan dalam bertani, juga memberi teladan bagi masyarakat. Menurutnya bertani bisa dilakukan siapa saja asal timbul niat dan semangat dalam diri.
Motivasi untuk menggalakkan Desa Jati sebagai desa mandiri pangan bermula dari keluhan masyarakat atas naik-turunnya harga pangan. Sebagai warga yang tinggal di desa dengan lahan subur dan tanah lapang, pasokan pangan tersebut sebetulnya dapat ditanam secara mandiri. Meskipun profesi warga bukanlah petani, menanam tetaplah bisa dilakukan. Seperti yang telah dibuktikan pasangan kepala desa ini, tetap ada waktu di sela-sela berbagai kesibukannya untuk sekadar menyiram dan merawat tanaman.
Penggalakan untuk mewujudkan desa mandiri pangan juga diimplementasikan dalam pembuatan kebijakan. Misalnya ketika pemerintah menganggarkan Bantuan Langsung Tunai sejumlah 500ribu kepada warga yang terpilih, kepala desa mengarahkan 100ribu dari uang tersebut untuk pengadaan warung hidup seperti bibit alpukat untuk ditanam di pekarangan rumah warga tersebut. Dengan begitu bantuan pemerintah dapat digunakan untuk hal yang berkelanjutan dan bermanfaat, bukan hanya untuk dirinya sendiri tapi untuk masyarakat luas.
Menurut kepala desa, gerakan desa mandiri pangan memang memerlukan keterlibatan dari pemangku kebijakan. Seperti yang beliau lihat ketika berkunjung di desa lain, mayoritas warga memiliki semacam warung hidup di halaman rumah yang terdiri dari tanaman sayur dan buah-buahan. Terdapat pula peraturan desa yang membolehkan setiap ayam yang mengganggu tanaman milik warga lain maka dapat dibunuh dan dimasak saat itu juga, sehingga setiap orang menjaga ayamnya masing-masing dengan diberikan kendang.
Dengan dicanangkannya program desa berorientasi desa mandiri pangan, kepala desa Jati berharap setiap warga memiliki tanaman yang ditanam mandiri di lingkungan rumahnya. Tanaman ini khususnya terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayur-sayuran. Bukan untuk dijual, namun untuk meringankan biaya atas pengeluaran terhadap bahan makanan. Apabila berhasil maka dampak yang dirasakan akan lebih luas sebab terpenuhinya kebutuhan gizi masyarakat yang berimbas positif pada berbagai lini.